Foto Syur Norman: Lebay, deh Lo
Walau sudah beberapa minggu, heboh goyang Chaiyya-chaiyya yang dipopulerkan kembali oleh Briptu Norman masih terasa. Ia jadi terkenal, dan, tentu saja, selalu ada kontroversi bagi orang terkenal. Sekarang yang sedang hangat-hangatnya adalah beredarnya foto syur seseorang yang mirip dengan sang briptu. Saya lihat berita ini di sebuah infotaiment tadi sore di sebuah stasiun TV swasta.
Syur? Masa, cuma foto sedang dirangkul oleh perempuan dibilang syur? Sampai-sampai dalam pemberitaannya, hal ini disebut sebagai prahara bagi Briptu Norman.Nggak habis pikir, foto-foto seperti itu dibilang syur. Gak ada adegan ciumannya, apalagi ML. Saya sih nggak peduli, Norman mau foto apa dengan siapa, apalagi cumi (cuma mirip). Karena itu haknya si Norman. Lagipula pose-pose yang dihebohkan oleh media adalah pose yang wajar bagi seorang selebritis. Bisa jadi itu foto fansnya (kalaupun benar orang itu Briptu Norman betulan, bukan cumi).
Berlebihan. Itu saja komentar saya mengenai pemberitaan tersebut. Sungguh sangat tidak penting, apalagi “bagaimana” dan “apa” yang disampaikan si presenter seolah menunjukan kalau berita itu “penting” dan “bernilai”. Ya, begitulah media-media yang mengatasnamakan infotainment. Berita yang biasa-biasa saja disajikan dengan luar biasa. Cara membawakan berita menjadi lebih “besar” daripada isi beritanya. Ibarat menjual gorengan yang dibungkus dengan daun ganja. “Bungkusannya sendiri malah lebih 'bernilai' ketimbang isinya”. Ya, hanya masalah kemasan.
Layaknya sebuah produk, berita juga perlu dikemas dengan menarik agar dilirik, apalagi berita yang ada hubungannya dengan selebritis. Karena di era informasi, bukan lagi publik yang membutuhkan berita, melainkan berita yang membutuhkan publik. Media banyak bermunculan dan berlomba-lomba meraih banyak permirsa (publik) demi rating. Berita yang sama antara satu media dengan media lainnya, “didandani” sedemikian cantik agar menarik perhatian dan disajikan berbeda. Entah dibuat cantik dengan santun, nakal, atau kontroversial. Dan, lagi-lagi, “Bungkusannya sendiri malah lebih 'bernilai' ketimbang isinya”.
Membuat kemasan yang menarik memang perlu, agak produk, entah itu barang, jasa atau berita, dilirik orang lalu dikonsumsi. Tapi yang lebih penting, seberapa besar nilai yang dapat diterima oleh konusmen. Apakah ada sesuatu yang benar-benar “dijual”, bukan hanya menjual bungkusan? Boleh, lah, membuat kemasan bagus agar lebih menjual. Namun pada akhirnya, publik tidak mengkonsumsi “kemasan”, melainkan “isi”. Jadi selain membuat kemasan yang bagus, isinya pun tidak boleh kalah bagus. Kalau dianalogikan dengan orang, orang yang cantik tapi baik hati tentu lebih disukai dan bermanfaat daripada orang yang cantik tapi jahat.
Kembali ke foto syur Briptu Norman, kalau saja dia bukan Briptu Norman si Chaiyya-chaiyya, sudah pasti foto itu tidak ada “nilai”-nya.
09052011
Syur? Masa, cuma foto sedang dirangkul oleh perempuan dibilang syur? Sampai-sampai dalam pemberitaannya, hal ini disebut sebagai prahara bagi Briptu Norman.Nggak habis pikir, foto-foto seperti itu dibilang syur. Gak ada adegan ciumannya, apalagi ML. Saya sih nggak peduli, Norman mau foto apa dengan siapa, apalagi cumi (cuma mirip). Karena itu haknya si Norman. Lagipula pose-pose yang dihebohkan oleh media adalah pose yang wajar bagi seorang selebritis. Bisa jadi itu foto fansnya (kalaupun benar orang itu Briptu Norman betulan, bukan cumi).
Berlebihan. Itu saja komentar saya mengenai pemberitaan tersebut. Sungguh sangat tidak penting, apalagi “bagaimana” dan “apa” yang disampaikan si presenter seolah menunjukan kalau berita itu “penting” dan “bernilai”. Ya, begitulah media-media yang mengatasnamakan infotainment. Berita yang biasa-biasa saja disajikan dengan luar biasa. Cara membawakan berita menjadi lebih “besar” daripada isi beritanya. Ibarat menjual gorengan yang dibungkus dengan daun ganja. “Bungkusannya sendiri malah lebih 'bernilai' ketimbang isinya”. Ya, hanya masalah kemasan.
Layaknya sebuah produk, berita juga perlu dikemas dengan menarik agar dilirik, apalagi berita yang ada hubungannya dengan selebritis. Karena di era informasi, bukan lagi publik yang membutuhkan berita, melainkan berita yang membutuhkan publik. Media banyak bermunculan dan berlomba-lomba meraih banyak permirsa (publik) demi rating. Berita yang sama antara satu media dengan media lainnya, “didandani” sedemikian cantik agar menarik perhatian dan disajikan berbeda. Entah dibuat cantik dengan santun, nakal, atau kontroversial. Dan, lagi-lagi, “Bungkusannya sendiri malah lebih 'bernilai' ketimbang isinya”.
Membuat kemasan yang menarik memang perlu, agak produk, entah itu barang, jasa atau berita, dilirik orang lalu dikonsumsi. Tapi yang lebih penting, seberapa besar nilai yang dapat diterima oleh konusmen. Apakah ada sesuatu yang benar-benar “dijual”, bukan hanya menjual bungkusan? Boleh, lah, membuat kemasan bagus agar lebih menjual. Namun pada akhirnya, publik tidak mengkonsumsi “kemasan”, melainkan “isi”. Jadi selain membuat kemasan yang bagus, isinya pun tidak boleh kalah bagus. Kalau dianalogikan dengan orang, orang yang cantik tapi baik hati tentu lebih disukai dan bermanfaat daripada orang yang cantik tapi jahat.
Kembali ke foto syur Briptu Norman, kalau saja dia bukan Briptu Norman si Chaiyya-chaiyya, sudah pasti foto itu tidak ada “nilai”-nya.
09052011
Komentar
Posting Komentar