SANDAL JEPIT dan CUPCAKE
Bel sekolah berbunyi panjang, tanda jam pelajaran hari ini sudah habis. Anak-anak berhamburan keluar untuk pulang. Mereka semua kelihatan ceria dan bersuka cita, tapi tidak begitu dengan Dita. Dita tidak seceria teman-teman yang lain. Entah apa yang sedang Dita pikirkan. Dari seberang ada suara memanggilnya.
“Dita, Dita!”
Ternyata Mika, teman sekelasnya di kelas 5A.
“Nanti sore jangan lupa, ya, aku tungguin pokoknya. Aku duluan ya, udah dijemput, mau les gitar. Bye...”
Mika pun berlalu dan Dita berdiri mematung memandangi sahabatnya yang selalu ceria.
Di tengah perjalanan Dita masih saja termenung. Ia melangkah dengan lemah. Sesampainya di rumah tak ada siapa-siapa. Ada pesan dari ibu di atas meja makan.
“Dita, abis makan siang jangan lupa anter rantang ke rumah mbak Titis ya. Ibu pulang sore. Makasih sayang”.
Dita meletakan kertas itu kembali, lalu ganti baju dan makan siang kemudian mengantar rantang ke rumah mbak Titis. Sepajang perjalanan ke rumah mbak Titis, Dita melewati deretan toko mainan, kue-kue serta toko-toko pakaian. Dilihatnya barang-barang di toko itu. Mainannya bagus bagus, kuenya terlihat sangat lezat dan manis, pakaiannya pun cantik cantik. Sejenak Dita diam mematung melihat sepasang sepatu dari bahan beludru warna abu-abu yang dipasangkan dengan gaun warna biru coklat keemasan.
“Bagus banget, ya” gumamnya, sampai akhirnya ia melihat harga pada sepasang sepatu itu seharga Rp. 255.000 dan gaunnya seharga Rp. 125.000. Ia mengernyitkan dahinya kemudian menatap lurus ke sepasang kakinya yang menggunakan sandal jepit seharga Rp. 7.500 yang dibelikan ibu di warung sebelah rumah. Sambil mengagumi sepatu beludru-coklat itu Dita berkhayal alangkah cantiknya kalau ia memakai sepatu itu beserta gaunnya. Tapi Dita tak berani berkhayal lebih jauh karena baginya itu tak mungkin. Bapaknya seorang buruh pabrik dan ibunya bekerja sebagai pembuat kue di sebuah pabrik kue yang belum bisa membeli barang mewah seperti sepatu dan gaun tersebut.
“Kapan, ya, bisa punya yang kaya itu” lirihnya pelan, kemudian Dita melanjutkan perjalanannya ke rumah mbak Titis.
Setelah mengantarkan rantang ke rumah mbak Titis Dita segera pulang dan mengambil buku PR-nya. Biasanya Dita tak pernah melas mengerjakan PR, tapi kali ini Dita tampak ogah-ogahan mengerjakan PR. Di benaknya masih terlintas sepatu dan gaun cantik di toko tadi. Sedikitpun Dita tidak menggoreskan penanya untuk mengerjakan PR, ia malah menggambar dirinya sendiri yang tampil cantik dengan sepatu dan gaun yang indah.
Akhirnya setelah pergulatan dengan pikirannya Dita selesai juga mengerjakan PR-nya. Ia jadi teringat permintaan Mika selepas jam sekolah tadi.
“Mika, sebenernya aku pengen dateng, cuma aku malu. Aku nggak punya baju bagus. Apalagi sepatu mahal kaya sepatu bunga matahari punya kamu” lirihnya dalam hati. “Dateng, nggak, ya?”
Sore sudah datang. Di rumah Mika tampak suasana yang ramai dan meriah. Rumah Mika hari ini kedatangan banyak anak-anak dan teman-teman sekolah Mika, sebab hari ini ulang tahun Mika yang ke 10. Tamu-tamu Mika yang datang membawakan kado yang besar dan banyak, dan tersedia banyak makanan kecil dan minuman di sana.
Sementara Dita masih saja bimbang di rumahnya. Ibunya yang baru saja pulang bertanya.
“Lho, kok kamu nggak ke rumah Mika? Hari ini kan Mika ulang tahun? Kamu diundang kan? Kenapa nggak dateng?” mendengar pertanyaan ibu Dita diam saja. Ia hanya menoleh ke ibu sebentar sambil cemberut.
“Enak ya, Bu, Mika anak orang kaya. Bisa punya baju bagus sama sepatu bagus. Jadinya kan nggak malu kalo mau pergi kemana-mana.”
Ibu membalas Mika dengan candaan.
“Oh, jadi kamu nggak suka, punya ibu sama bapak yang bukan orang kaya? Ya 'udah, cari orang tua baru aja sana, masih banyak kok yang lebih kaya dari ibu sama bapak”
“Nggak, Bu, bukan gitu”
“Trus kenapa” sambung ibu sambil melipat-lipat kantong plastik. Dita tidak bisa menjawab karena bingung harus bilang apa.
“Ibu mau tanya. Yang bikin kamu nggak mau dateng ke acara ulang tahunnya Mika apa?”
“Dita nggak punya baju yang bagus. Terus, Dita nggak punya sepatu bagus juga.”
“Kan masih ada baju Lebaran kemarin?”
“Udah nggak muat. Kekecilan. Lagian Dita nggak punya kado buat Mika. Mika pasti dapet banyak kado, deh. Kan Dita malu nggak bisa kasih apa-apa” mendengar itu ibu diam sesaat. Kemudian ibu mendekati Dita dan bicara dengan lembut.
“Dita, ibu minta maaf kalo belom bisa beliin kamu baju sama sepatu yang bagus. Tapi ibu janji deh, pasti nanti beliin kamu baju dan sepatu baru. Sekarang yang penting kamu dateng aja ke ulang tahunnya Mika. Mika pasti seneng kalo kamu dateng”
“Pake baju yang mana? Baju Dita yang paling bagus cuma yang warna biru. Itu juga dikasih tante Puri.Terus sepatunya pake yang mana? Masa pake sendal jepit.”
“Dit, kamu sama Mika dari kelas 1 udah temenan, kan? 'Udah saling kenal, kan?”
“Iya. Terus?”
“Nah, Mika pernah marah nggak gara-gara kamu nggak pake baju mahal?”
“Nggak, sih.”
“Terus, Mika pernah musuhin kamu nggak karena kamu pake sendal jepit”
“Nggak pernah juga.”
“Ya, udah, kamu nggak usah malu. Mika juga pasti ngertiin keadaan kamu, kok. Kan Mika juga sering main ke sini. Lagian acaranya di dalem rumah, kan, pasti sendalnya nggak kamu pake ke dalem. Jadi nggak usah malu”
Dita terdiam sejenak, lalu berujar.
“Jadi nggak apa-apa Dita nggak pake baju bagus?”
“Yakin, deh, nggak kenapa-kenapa. Dengerin ya, Dit, yang paling penting bukan kamu pake baju dan bawa kado apa. Yang terpenting kehadiran kamu. Karena kamu sahabatnya Mika. Mika pasti lebih mengharapkan kehadiran kamu ketimbang kadonya.”
Mendengar itu Dita jadi bersemangat untuk datang ke acara ulang tahunnya Mika.
“Terus, nggak bawa kado nggak apa-apa?” taya Dita lagi
“Sebentar, ya” ibu lalu memberikan sebuah kotak berwarna coklat. “Pasti Mika suka ini, percaya, deh. Sekarang mendingan kamu mandi”
Setelah itu Dita mandi dan menyikati sandal jepitnya yang sudah buluk sampai kinclong. Tak lupa Dita memakai topi kerucut buatannya pada pelajarna prakarya minggu lalu.
“Biar keliatan keren. Hihihi”
Sudah hampir sejam berlalu. Di tengah pesta ulang tahunnya yang meriah Mika tidak terlihat begitu ceria. Kehadiran Dita yang sangat ditunggu membuatnya resah.
“Dit, kamu kok belum dateng, sih? Aku kan pengen banget ngajak kamu makan kue. Katanya kamu pengen nyobain pai apel sama black forest. Kalo dibawa ke sekolah besok pasti meleleh. Ayo, kamu dateng dong” ratap Mika di depan pintu. Sementara tamu-tamunya asik makan kue dan baca buku bergambar koleksi Mika.
“Mika, kesini, yuk, kita main cake mania -- nama sebuah game di komputer.” panggil seorang temannya dari dalam.
“Iya, sebentar” balas Mika.
Karena Dita tak kunjung datang Mika pun masuk ke dalam dengan kecewa.
“Ya 'udah, kamu jangan sedih. Mungkin Dita lagi nggak punya ongkos buat ngojek ke sini. Rumahnya kan lumayan jauh. Yuk, main di dalem. Masa' temen-temen kamu anggurin. Kan kamu yang ulang tahun, harusnya kamu temenin mereka, dong” kata ibunya Mika membujuk.
“Iya, mam” Mika pun masuk dengan lemas sambil mengumpat dalam hati. “Kenapa, sih, rumahku sama rumah Dita harus jauh! Sebel”
Sementara itu Dita berlari sekuat tenaga menuju rumah Mika. Dita berjalan kaki ke rumah Mika meskpiun jaraknya hampir 5 kilo meter.
“Haduh, udah sore banget. Harus buruan, nih! Mika marah nggak ya, aku telat.”
“Sesampainya di depan pagar rumah Mika, Dita langsung masuk dan kebetulan ibunya Mika ada di depan. Langsung saja ibunya Mika ke dalam memanggil Mika, sedangkan Dita tetap menunggu di luar.
“Dita! Kok telat, sih”
“Sory, aku tadi jalan kaki ke sini. Maaf, ya, Mik, aku telat.”
“Ya udah, yuk, masuk” ajak Mika.
“Di sini aja, ah. Oh, ya, sebentar” Dita segera membuka kotak berwarna coklat dari ibunya, dan. “Aku nggak bisa ngasih, kado, tapi aku cuma punya ini. Kata ibu kamu suka cup cake, ya”
“Cup cake!” seru Mika girang. “Ih, aku paling suka cup cake.”
“Iya. Rasanya manis dan lembut. Selamat ulang tahun, ya” Dita menyerahkan cup cake itu kepada Mika dan Mika membagi dua kue itu dengan Dita untuk dimakan bersama.
Merekapun makan bersama. Mereka berdua tertawa sama cerianya dan tersenyum sama manisnya meskipun pakaian dan sandal mereka sangat jauh berbeda. Sambil makan Dita sambil cerita sebenarnya ia malu datang dengan baju seadanya dan hanya memakai sandal jepit. Dita ingin tampil cantik di hari ulang tahun Mika dan tidak ingin membuat Mika malu di depan teman-temannya. Dita juga minta maaf tidak bisa memberikan kado yang spesial, hanya bisa memberikan sepotong cup cake buatan ibunya. Tapi Mika bilang kalau ia tidak pernah meminta Dita untuk tampil cantik dan istimewa dan membawa kado untuknya, sebab Dita sendiri adalah sahabat yang sangat istimewa dan kehadiran Dita adalah kado yang sangat spesial buat Mika.
Persahabatan yang manis dan lembut. Semanis dan selembut cup cake
23 Juli 2010
“Dita, Dita!”
Ternyata Mika, teman sekelasnya di kelas 5A.
“Nanti sore jangan lupa, ya, aku tungguin pokoknya. Aku duluan ya, udah dijemput, mau les gitar. Bye...”
Mika pun berlalu dan Dita berdiri mematung memandangi sahabatnya yang selalu ceria.
Di tengah perjalanan Dita masih saja termenung. Ia melangkah dengan lemah. Sesampainya di rumah tak ada siapa-siapa. Ada pesan dari ibu di atas meja makan.
“Dita, abis makan siang jangan lupa anter rantang ke rumah mbak Titis ya. Ibu pulang sore. Makasih sayang”.
Dita meletakan kertas itu kembali, lalu ganti baju dan makan siang kemudian mengantar rantang ke rumah mbak Titis. Sepajang perjalanan ke rumah mbak Titis, Dita melewati deretan toko mainan, kue-kue serta toko-toko pakaian. Dilihatnya barang-barang di toko itu. Mainannya bagus bagus, kuenya terlihat sangat lezat dan manis, pakaiannya pun cantik cantik. Sejenak Dita diam mematung melihat sepasang sepatu dari bahan beludru warna abu-abu yang dipasangkan dengan gaun warna biru coklat keemasan.
“Bagus banget, ya” gumamnya, sampai akhirnya ia melihat harga pada sepasang sepatu itu seharga Rp. 255.000 dan gaunnya seharga Rp. 125.000. Ia mengernyitkan dahinya kemudian menatap lurus ke sepasang kakinya yang menggunakan sandal jepit seharga Rp. 7.500 yang dibelikan ibu di warung sebelah rumah. Sambil mengagumi sepatu beludru-coklat itu Dita berkhayal alangkah cantiknya kalau ia memakai sepatu itu beserta gaunnya. Tapi Dita tak berani berkhayal lebih jauh karena baginya itu tak mungkin. Bapaknya seorang buruh pabrik dan ibunya bekerja sebagai pembuat kue di sebuah pabrik kue yang belum bisa membeli barang mewah seperti sepatu dan gaun tersebut.
“Kapan, ya, bisa punya yang kaya itu” lirihnya pelan, kemudian Dita melanjutkan perjalanannya ke rumah mbak Titis.
Setelah mengantarkan rantang ke rumah mbak Titis Dita segera pulang dan mengambil buku PR-nya. Biasanya Dita tak pernah melas mengerjakan PR, tapi kali ini Dita tampak ogah-ogahan mengerjakan PR. Di benaknya masih terlintas sepatu dan gaun cantik di toko tadi. Sedikitpun Dita tidak menggoreskan penanya untuk mengerjakan PR, ia malah menggambar dirinya sendiri yang tampil cantik dengan sepatu dan gaun yang indah.
Akhirnya setelah pergulatan dengan pikirannya Dita selesai juga mengerjakan PR-nya. Ia jadi teringat permintaan Mika selepas jam sekolah tadi.
“Mika, sebenernya aku pengen dateng, cuma aku malu. Aku nggak punya baju bagus. Apalagi sepatu mahal kaya sepatu bunga matahari punya kamu” lirihnya dalam hati. “Dateng, nggak, ya?”
Sore sudah datang. Di rumah Mika tampak suasana yang ramai dan meriah. Rumah Mika hari ini kedatangan banyak anak-anak dan teman-teman sekolah Mika, sebab hari ini ulang tahun Mika yang ke 10. Tamu-tamu Mika yang datang membawakan kado yang besar dan banyak, dan tersedia banyak makanan kecil dan minuman di sana.
Sementara Dita masih saja bimbang di rumahnya. Ibunya yang baru saja pulang bertanya.
“Lho, kok kamu nggak ke rumah Mika? Hari ini kan Mika ulang tahun? Kamu diundang kan? Kenapa nggak dateng?” mendengar pertanyaan ibu Dita diam saja. Ia hanya menoleh ke ibu sebentar sambil cemberut.
“Enak ya, Bu, Mika anak orang kaya. Bisa punya baju bagus sama sepatu bagus. Jadinya kan nggak malu kalo mau pergi kemana-mana.”
Ibu membalas Mika dengan candaan.
“Oh, jadi kamu nggak suka, punya ibu sama bapak yang bukan orang kaya? Ya 'udah, cari orang tua baru aja sana, masih banyak kok yang lebih kaya dari ibu sama bapak”
“Nggak, Bu, bukan gitu”
“Trus kenapa” sambung ibu sambil melipat-lipat kantong plastik. Dita tidak bisa menjawab karena bingung harus bilang apa.
“Ibu mau tanya. Yang bikin kamu nggak mau dateng ke acara ulang tahunnya Mika apa?”
“Dita nggak punya baju yang bagus. Terus, Dita nggak punya sepatu bagus juga.”
“Kan masih ada baju Lebaran kemarin?”
“Udah nggak muat. Kekecilan. Lagian Dita nggak punya kado buat Mika. Mika pasti dapet banyak kado, deh. Kan Dita malu nggak bisa kasih apa-apa” mendengar itu ibu diam sesaat. Kemudian ibu mendekati Dita dan bicara dengan lembut.
“Dita, ibu minta maaf kalo belom bisa beliin kamu baju sama sepatu yang bagus. Tapi ibu janji deh, pasti nanti beliin kamu baju dan sepatu baru. Sekarang yang penting kamu dateng aja ke ulang tahunnya Mika. Mika pasti seneng kalo kamu dateng”
“Pake baju yang mana? Baju Dita yang paling bagus cuma yang warna biru. Itu juga dikasih tante Puri.Terus sepatunya pake yang mana? Masa pake sendal jepit.”
“Dit, kamu sama Mika dari kelas 1 udah temenan, kan? 'Udah saling kenal, kan?”
“Iya. Terus?”
“Nah, Mika pernah marah nggak gara-gara kamu nggak pake baju mahal?”
“Nggak, sih.”
“Terus, Mika pernah musuhin kamu nggak karena kamu pake sendal jepit”
“Nggak pernah juga.”
“Ya, udah, kamu nggak usah malu. Mika juga pasti ngertiin keadaan kamu, kok. Kan Mika juga sering main ke sini. Lagian acaranya di dalem rumah, kan, pasti sendalnya nggak kamu pake ke dalem. Jadi nggak usah malu”
Dita terdiam sejenak, lalu berujar.
“Jadi nggak apa-apa Dita nggak pake baju bagus?”
“Yakin, deh, nggak kenapa-kenapa. Dengerin ya, Dit, yang paling penting bukan kamu pake baju dan bawa kado apa. Yang terpenting kehadiran kamu. Karena kamu sahabatnya Mika. Mika pasti lebih mengharapkan kehadiran kamu ketimbang kadonya.”
Mendengar itu Dita jadi bersemangat untuk datang ke acara ulang tahunnya Mika.
“Terus, nggak bawa kado nggak apa-apa?” taya Dita lagi
“Sebentar, ya” ibu lalu memberikan sebuah kotak berwarna coklat. “Pasti Mika suka ini, percaya, deh. Sekarang mendingan kamu mandi”
Setelah itu Dita mandi dan menyikati sandal jepitnya yang sudah buluk sampai kinclong. Tak lupa Dita memakai topi kerucut buatannya pada pelajarna prakarya minggu lalu.
“Biar keliatan keren. Hihihi”
Sudah hampir sejam berlalu. Di tengah pesta ulang tahunnya yang meriah Mika tidak terlihat begitu ceria. Kehadiran Dita yang sangat ditunggu membuatnya resah.
“Dit, kamu kok belum dateng, sih? Aku kan pengen banget ngajak kamu makan kue. Katanya kamu pengen nyobain pai apel sama black forest. Kalo dibawa ke sekolah besok pasti meleleh. Ayo, kamu dateng dong” ratap Mika di depan pintu. Sementara tamu-tamunya asik makan kue dan baca buku bergambar koleksi Mika.
“Mika, kesini, yuk, kita main cake mania -- nama sebuah game di komputer.” panggil seorang temannya dari dalam.
“Iya, sebentar” balas Mika.
Karena Dita tak kunjung datang Mika pun masuk ke dalam dengan kecewa.
“Ya 'udah, kamu jangan sedih. Mungkin Dita lagi nggak punya ongkos buat ngojek ke sini. Rumahnya kan lumayan jauh. Yuk, main di dalem. Masa' temen-temen kamu anggurin. Kan kamu yang ulang tahun, harusnya kamu temenin mereka, dong” kata ibunya Mika membujuk.
“Iya, mam” Mika pun masuk dengan lemas sambil mengumpat dalam hati. “Kenapa, sih, rumahku sama rumah Dita harus jauh! Sebel”
Sementara itu Dita berlari sekuat tenaga menuju rumah Mika. Dita berjalan kaki ke rumah Mika meskpiun jaraknya hampir 5 kilo meter.
“Haduh, udah sore banget. Harus buruan, nih! Mika marah nggak ya, aku telat.”
“Sesampainya di depan pagar rumah Mika, Dita langsung masuk dan kebetulan ibunya Mika ada di depan. Langsung saja ibunya Mika ke dalam memanggil Mika, sedangkan Dita tetap menunggu di luar.
“Dita! Kok telat, sih”
“Sory, aku tadi jalan kaki ke sini. Maaf, ya, Mik, aku telat.”
“Ya udah, yuk, masuk” ajak Mika.
“Di sini aja, ah. Oh, ya, sebentar” Dita segera membuka kotak berwarna coklat dari ibunya, dan. “Aku nggak bisa ngasih, kado, tapi aku cuma punya ini. Kata ibu kamu suka cup cake, ya”
“Cup cake!” seru Mika girang. “Ih, aku paling suka cup cake.”
“Iya. Rasanya manis dan lembut. Selamat ulang tahun, ya” Dita menyerahkan cup cake itu kepada Mika dan Mika membagi dua kue itu dengan Dita untuk dimakan bersama.
Merekapun makan bersama. Mereka berdua tertawa sama cerianya dan tersenyum sama manisnya meskipun pakaian dan sandal mereka sangat jauh berbeda. Sambil makan Dita sambil cerita sebenarnya ia malu datang dengan baju seadanya dan hanya memakai sandal jepit. Dita ingin tampil cantik di hari ulang tahun Mika dan tidak ingin membuat Mika malu di depan teman-temannya. Dita juga minta maaf tidak bisa memberikan kado yang spesial, hanya bisa memberikan sepotong cup cake buatan ibunya. Tapi Mika bilang kalau ia tidak pernah meminta Dita untuk tampil cantik dan istimewa dan membawa kado untuknya, sebab Dita sendiri adalah sahabat yang sangat istimewa dan kehadiran Dita adalah kado yang sangat spesial buat Mika.
Persahabatan yang manis dan lembut. Semanis dan selembut cup cake
23 Juli 2010
Komentar
Posting Komentar