Lovely Man: Nilai Seorang Manusia Tidak Terletak Pada Jenis Kelamin
sumber foto: http://jaff-filmfest.com/lovely-man/ |
Saya ingat beberapa waktu lalu Beng
memberi tahu sebuah film Indonesia yang katanya bagus dan bercerita
tentang seorang waria yang memiliki anak. Lalu ketika Jumat malam
(11/05) menghadiri pameran karya teman-teman di Blitz Megaplex saya
melihat poster film yang dimaksud: Lovely Man! Di poster itu
tergambar seorang waria dengan pakaian “dinasnya” sedang duduk
bersama seorang perempuan berjilbab di halte busway, dengan skema warna
keabu-abuan nan suram. Jujur saja, saya ingin sekali menonton film
tersebut. Dan, gayung pun bersambut ketika Beng ngajak nonton bareng
film tersebut di 21 Blok M Square, Minggu siang kemarin (13/05).
Film besutan sutradara Teddy
Soerijaatmadja yang dibintangi Donny Damara dan Raihanun. Dengan setting
kota Jakarta dan kehidupan malam seorang waria, Lovely Man membenturkan nilai-nilai dan ‘standar moral’ di masyarakat kita yang selalu mendikotomikan antara “benar” dan “salah.”
Alkisah, Aya (Raihaanun) seorang gadis jebolan pesantren yang baru
lulus sekolah pergi ke Jakarta mencari ayahnya yang sudah 15 tahun tidak
pernah ia temui. Betapa kagetnya Aya mendapati kenyataan bahwa ayah
kandungnya adalah waria dan berprofesi sebagai PSK. Kedatangan Aya
ditolak secara terang-terangan oleh ayahnya, Ipuy (Doni Damara).
Meski dimulai dengan pertengkaran dan sikap cinta-benci, akhirnya
Ipuy menerima kehadiran Aya dan terjadilah hubungan ‘cinta satu
malam.’
Beberapa kali Aya dan Ipuy terlibat
konflik mengenai mengapa Ipuy menjadi waria-PSK dan pergi meninggalkan
Aya dan ibunya di masa lalu, pertentangan Ipuy mengenai ibunya Aya yang menurutnya
keras kepala, serta penegasan dari Aya bahwa satu-satunya alasan
datang ke Jakarta hanyalah untuk menemui ayahnya. Secara gamblang film ini menceritakan
kehidupan waria-PSK yang selalu dipandang sebelah mata oleh
masyarakat namun di lain pihak ada orang-orang yang memanfaatkan mereka untuk memuaskan hasrat berahinya.
Persoalan lainnya
seputar kehidupan waria yang diangakat disini bukan hanya stigma
negatif dari masyarakat, namun juga keputusan menjadi seorang
transjender, yang digambarkan bahwa Ipuy mengumpulkan uang sekian
puluh juta untuk operasi ganti kelamin, sekalipun uang yang ia dapat
adalah hasil merampok salah satu kliennya. Dan secara lebih mendalam,
keberadaan Ipuy sebagai seorang waria tidak menggugurkan kewajibannya
sebagai seorang ayah dengan rutin mengirimi uang tiap bulan untuk
biaya sekolah Aya.
Tapi persoalan bukan hanya berada di
pihak Ipuy. Aya yangmeskipun seorang gadis pesantren ternyata
hamil di luar nikah oleh pacarnya dan dirahasiakan dari ibunya. Namun diluar itu semua tidak ada penghakiman maupun penghukuman dari Ipuy,
sebagai seorang ayah. Baginya tidak ada istilah “benar” atau “salah”,
yang pada bagian akhir film ditunjukkan lewat perkataan Ipuy kepada
Aya ketika mengantar Aya pulang di stasiun kereta, “Hidup itu bukan
masalah benar atau salah. Tapi itulah proses hidup."
Saya pribadi menyukai film ini secara
keseluruhan, baik dari sinematografi, akting hingga
storytelling-nya. Dengan teknik kamera handheld, shot-shot
yang menangkap sudut Jakarta pinggiran,
hingga shot Aya di dalam kereta api yang jendelanya retak
menggambarkan betapa eratnya relasi film ini dengan dunia nyata yang
keras dan suram meski juga memiliki sisi kemanusiaan yang indah; alur
dan jalan cerita yang “biasa-biasa” saja tanpa ada sesuatu yang
didramatsisir, hingga akting Donny Damara dan Raihanuun yang apa
adanya menjadikan film ini sangat realis.
Setelah menonton film ini, ada kesan
dan pesan yang begitu melekat. Bahwa kenyataan hidup harus dijalani
dan manusia tidak boleh lari dari masalah, tidak ada yang “benar”
atau “salah” dalam menjalani hidup karena semua adalah proses
hidup; bagaimana seseorang bernilai bukan karena jenis kelamin maupun
orientasi seksualnya, tapi tanggung jawabnya sebagai manusia atas apa
yang telah diperbuatnya, dan yang terpenting bagaimana melihat
kehidupan waria sebagai manusia seutuhnya, yang memiliki hak serta
kewajiban sama seperti orang-orang lainnya.
15 Mei 2012
15 Mei 2012
Komentar
Posting Komentar