STOP MENYUMBANG!!!
Yang menganggap saya “kikir”, “pelit”,
“serakah”, atau tidak “punya hati” karena judul di atas, sebaiknya berhenti
membaca sampai di sini saja. Namun sebaliknya bila Anda memiliki pendapat lain,
silakan diteruskan membacanya.
Kemarin pagi saya berbelanja di mini market
dekat tempat saya bekerja, dan saya memisahkan belanjaan saya dengan dua kali
pembayaran, alias membuat dua bon terpisah. Pada belanjaan pertama sang kasir
tidak memiliki kembalian seratus rupiah yang menjadi HAK saya dan menanyakan
apakah mau saya sumbangkan? Tanpa mengiyakan tawaran sang kasir saya merogoh
dompet khusus uang receh di tas saya dan memberikan uang receh dengan nilai
tertentu sehingga saya tidak kehilangan uang kembalian saya. Lalu pada
belanjaan kedua si kasir (masih) menawarkan saya untuk menyumbangkan sisa uang
receh. Dan saya kembali merogoh dompet khusus uang receh di tas saya dan
memberikan uang receh dengan nilai tertentu sehingga saya tidak kehilangan uang
kembalian saya.
Saya MENOLAK UNTUK MENYUMBANG uang
kembalian saya. Ini bukan perkara nominal, tapi perkara mental. Seandainya sang
kasir mengembalikan hak saya sepenuhnya dengan memberikan uang kembalian secara
utuh, kemudian ia menawarkan saya untuk menyisihkan sedikit uang atau sejumlah
uang yang ditetapkan untuk disumbangkan, kemungkinan besar saya akan
memberikannya, tentu saja dengan ikhlas dan suka cita. Namun bila kasir
menawarkan saya untuk menyumbang hanya karena TIDAK MEMILIKI KEMBALIAN, tentu
tidak ada keikhlasan dan suka cita dalam diri saya untuk memberi. Mengapa?
Tanpa bermaksud sok tahu, saya yakin kasir
yang tidak memberikan kembalian receh kemudian menawarkan kita untuk
menyumbang, tidak memiliki uang receh untuk kembalian dan kemungkinan besar
tidak mau berusaha mencari uang receh untuk kembalian, dan, bagi siapapun yang
berbisnis dagang tidak memiliki uang kembalian adalah “dosa besar”, apalagi
kalau hal tersebut membawa kerugian bagi para pembeli.
Semakin sering kita “mengiyakan” untuk
menyumbang, semakin besar andil kita dalam membangun mental pemalas para kasir
untuk menyediakan kembalian, atau siapapun mereka yang menjadi penanggung jawab
dalam menyediakan uang kembalian. Karena bila hal itu terus-terusan dibiarkan,
mereka yang bertanggung jawab atas penyediaan uang kembalian di mini market
akan menggampangkan urusan kembalian dan tidak menutup kemungkinan akan
menggampangkan segala urusan yang berkaitan dengan pelanggan, rasa rasa
tanggung jawab dibiarkan mati dan dampak panjangnya, mental pemalas semakin
terpupuk sehingga terciptalah generasi pemalas nan tidak bertanggung jawab.
Berlebihan? Tentu saja, saya memang
berlebihan. Namun tidak berlebihan bila kita mencoba untuk memperhatikan hal
kecil yang berdampak besar. Sekali lagi, ini bukan perkara nomilal karena saya
yakin uang Rp 200,- atau Rp 300,- sama
tidak berarti besar bagi Anda. Namun bila ters ditumpuk akan menjadi besar, pun
dengan berapa kali sang kasir menawarkan sumbangan atas uang kembalian Anda. Yang
tidak bukanlah “tidak mau menyumbang”, namun “menjadi kegiatan menyumbang”
sebagai modus untuk melegalkan kemalasan dan lari dari tanggung jawab. So, tidak ada salahnya untuk berpikir
sebelum menyumbang, karena Tuhan pun tahu niat kita J.
Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1060019455581&set=a.1294692722266.2042254.1078762672&type=3&theater |
Komentar
Posting Komentar