Kita Butuh Teman


Jumat kemarin keponakna saya yang kelas 4 SD dijemput oleh tantenya untuk menginap di rumah neneknya. Adiknya keponakan saya yang masih TK tidak terima kakaknya diajak menginap ke rumah nenek, sementara dia tidak diajak. Jadilah suasana malam itu diwarnai tangisan kejer ponakan saya yang paling kecil. Usut punya usut ia marah kakaknya diajak ke rumah nenek sedangkan ia tidak, karena artinya ia tidak punya teman main di rumah selama kakaknya pergi. Keesokan malamnya ketika ponakan saya yang paling kecil nonton sendirian di kamar saya menggodanya dan ikutan nimbrung nonton, dan, akhirnya ia meminta agar saya menemaninya nonton. Sambil bercanda dengannya ia juga menyakatakan kekesalannya karena ditinggal kakaknya pergi. Ia juga bilang bagaimana kalau saya yang jadi kakaknya selama kakak kandungnya pergi :D
Cerita yang saya alami di atas seakan menjadi ilustrasi betapa kita selalu butuh teman. Dalam hubungan saudara, kedekatan kakak-adik merupakan sesuatu yang penting. Bukan hanya teman bermain dan berbagi, dalam hubungan kakak-adik baik kakak maupun adik bisa menjadi teman belajar hingga teman curhat. Karena ada posisi di mana seorang anak tidak bisa berbagi atau bercerita dengan orang tuanya. Lalu bagaimana dengan hubungan pertemanan yang bukan kakak adik?
Saya punya teman kerja yang senang kalau bekerja ada temannya. “Ada” di sini bukan berarti membantu ia bekerja atau jadi temen ngobrol, tapi yang ia butuhkan cukup keberadaan orang di sekitarnya. Saya pun merasakan hal yang sama. Ketika bekerja seorang diri (benar-benar tidak ada orang lain di sekeliling saya) dengan bekerja “ditemani” seseorang terasa bedanya. Kalau bekerja “ditemani” seseorang rasanya selain merasa ditemani seolah ada semangat untuk menyelesaikan pekerjaan dan suasananya jadi nggak sepi-sepi amat.
Memang, dalam banyak situasi kita kerap membutuhkan teman sekalipun hanya satu orang. Walau kita memiliki banyak teman baik teman main atau teman kerja ada kalanya kita hanya butuh memiliki satu orang teman. Teman dimana kita bisa mecurahkan segala macam pikiran maupun perasaan yang tidak selalu bisa diungkapkan ke orang lain. Teman sebagai tempat memberikan “sesuatu” yang tidak bisa dibagi ke banyak orang. Teman yang bersamanya kita bisa bebas menjadi diri sendiri maupun menjadi sosok yang tak pernah diampakkan di depan orang lain. Teman untuk menyalurkan hasrat terpendam yang hanya bisa dipersembahka kepada satu orang saja.
Haah… Bicara soal teman, saya tipe orang yang tidak punya sahabat tetap. Sejak kecil saya tinggal berpindah-pindah dan untuk menjalin kedekatan dalam sebuah hubungan (pertemanan) adalah hal tidak bisa begitu saja saya dapatkan. Sebagai seorang pribadi sebenarnya saya tipe orang yang lebih senang menjalin kedekatan dengan sedikit orang ketimbang memiliki seabrek teman namun sebatas ‘numpang lewat.’ Kalau ada orang yang memiliki sahabat sejak sekolah maupun kuliah dan hingga kini masih menjaga kedekatanya, beruntunglah mereka. Atau ada seseorang yang punya sahabat dekat yang sudah saling pengertian, bersyukurlah mereka. Karena masih ada orang yang sulit memiliki sahabat.
Saya sendiri merasa punya teman dekat di luar teman sekolah atau kuliah. Teman dekat yang sayangnya kami berjauhan dan tidak begitu sering berkomunikasi. Saya bisa merasa dekat dengannya karena pada banyak hal kami bisa saling bercerita mengenai apa saja. Meski kami dari ‘kelompok’ berbeda pada beberapa hal kami memiliki pandangan yang sama mengenai hidup ini. Dan sampai saat ini kami masih berteman, sebagai sahabat yang tulus dalam menjalin hubungan tanpa ada niat ‘apa-apa’.
Lantas bagaimana dengan teman spesial? Bukan hanya tempat berbagi dan mencurahkan segalanya namun teman jangka panjang yang akan selalu bersama selama mungkin? Bisa jadi ini hal paling sulit. Memilih teman jenis ini, alias “teman hidup”? Teman jenis ini yang mungkin sulit dicari dan dipertahankan. Namun sesulit apapun, pada akhirnya kita butuh teman jenis ini dan butuh perjuangan untuk memilikinya.
02:44
20  Agustus 2012

Komentar

Postingan Populer