HAI!

Hai. Aku kadang bingung dengan yang ada pada kita. Teman macam apakah kita berdua ini? Kadang kita saling membutuhkan -- walau kenyataannya lebih sering kau yang butuh. Aku tidak mendapatkan keuntungan apapun darimu. Uangku selalu keluar lebih banyak, waktuku selalu terpakai lebih banyak, lalu apa yang kudapatkan darimu?
Kamu. Ya, kamu! Aku mendapatkanmu. Walau hanya sepanjang kopi ukuran medium, hingga kursi-kursi disenderkan kepada meja, lalu kita berjalan hingga depan pintumu.
Kebersamaan denganmu yang telah kudaptkan sepanjang 9 tahun ini. Itu jauh lebih berarti daripada nominal dan detik yang terus berjalan.
Kamu spesial, karena aku yang menjadikanmu spesial di mataku. Kamu berarti, karena aku sengaja menjadikanmu berarti. Bisa saja aku menganggap ada yang lebih spesial dan berarti darimu, tapi aku sengaja inginnya kamu.
Hubungan pertemanan kita mungkin tak seperti di kisah fiksi; berujung dengan jadian, pernikahan, dengan berbagai drama dan rintangan yang menjarakinya. Bukan, bukan aku tidak mau jadian atau menikah denganmu (karena itulah doaku selama ini). Aku hanya menyadari, sebagai sepasang teman, kadang kita terlalu dekat. Tapi kedekatan itu tidak menjadikan kita lebih dekat. Kedekatan itu sudah seperti hal biasa.
Apa yang bisa aku lakukan agar kau menjadikanku spesial? Aku memang jauh dari pria idaman ala dirimu, seperti seleb yau kau idola-idolakan. Secara fisika dan kimia, mungkin aku bukan materi yang membuatmu terikat lalu terjadi reaksi dan menghasilkan zat baru. Tapi kita telah melaluinya dalam rangkaian kronologi yang bisa dibukukan.
Hai! Hai!! Hei!!! Asal kamu tahu, aku lelah. Lelah mengapa aku belum juga bilang kalau aku mencintaimu. Lelah menahan lidah ini untuk jujur saja padamu. Lelah untuk mencari lagi.
Aku ingin teriak “aku mencintaimu!” Meski entah berapa banyak kekuatan harus kukumpulkan. Berapa banyak rasa takut harus kukalahkan.
Hai. Bolehkah menunggu beberapa saat lagi? Untuk ku jujur padamu. Jujur akan perasaan yang sudah tumbuh pada saat pertama mengenalmu. Gadis tangguh yang kukagumi. Gadis cerdas yang bisa diajak bicara. Gadis dewasa yang pernah menyentilku dengan pertanyaan yang tak bisa kulupakan soal gaji.
Bagaimanapun aku tak pernah tahu isi hatimu. Menebaknya pun tak sanggup. Kerena hatimu bukan peluang bisnis yang bisa ditakar dengan berbagai spekulasi. Hatimu lebih dari sekadar laut yang tenang. Hatimu lebih dari sekadar hamparan langit yang terlihat biru bersama terpaan cahaya matahari. Hatimu lebih dari sekadar pengetahuan, aku hanya bisa lihat permukannya saja dan pasti akan larut jika berusaha masuk ke dalamnya.
Rahasia hatimu biarlah menjadi rahasia Tuhan. Aku tak perlu mengusiknya. Aku hanya perlu menjadi penjaganya, agar tidak ada siapapun yang memasukinya. Karena aku belum siap melepasmu. Sebagai apapun dirimu. Karena ternyata aku belum mau berpisah lagi denganmu.
Hai. Aku tak memintamu apa-apa padamu. Diri kita milik Tuhan semata, pun hatimu. Maka aku hanya bisa meminta kepada pemilik hatimu agar kamu dilembutkan, diluruhkan, dan dileburkan dengan partikel-partikel hatiku. Agar bisa menjadi senyawa yang larut dalam sebuah reaksi untuk mencapai sebuah titik, yaitu ridho Tuhan.

03:06, Bekasi, 8 Juli 2018

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer