OUR RELATIONSHIP DEFINED BY OUR SOCIAL MEDIA

Follow nggak, ya?

Apa kamu pernah tidak sengaja meng-unfollow seorang teman kemudian kembali mem-follow-nya, dan temanmu bertanya, “Kok baru follow aku?” Atau saat salah seorang teman di Instagram meminta maaf karena meski sudah lama saling berkomunikasi, tapi belum sempat mem-follback? Atau kamu mengajak orang lain untuk mem-follow salah satu aku usahamu, orang itu akan balik minta, “Nanti follback aku, ya.”

Urusan follow-memfollow orang di media social kadang bisa menjadi hal sensitif meski sebenarnya sepele. Saling follow maupun unfollow di dunia maya kerap dijadikan ukuran “seberapa baik” hubungan kita dengan seseorang maupun sekelompok orang.

Misal Si A berpacaran dengan Si B, lalu mereka putus, kemudian mereka saling unfollow akun media sosial, bahkan saling blokir. Atau, Si C dan Si D. Mereka adalah rekan kerja, namun hubungan mereka secara personal kurang baik. Meskipun Si C dan Si D sama-sama mem-follow rekan kerja sekantor mereka, namun Si C dan Si D tidak saling follow, bahkan satu dengan yang lain saling menyuyikan pemberitahuan baik pada postingan maupun cerita mereka. Atau, Si E dan Si F pernah bergabung salam satu tim. Karena satu hal Si F mengakhiri kerjasama dengan Si E, hingga kemudian Si E meng-unfollow akun media sosial si F, juga beberapa tim lainnya yang saling terafiliasi dengan si F. Atau Si G tidak mau mem-follow Si H karena merasa gengsi sebab Si G pernah kecewa apda si H.

Meski dunia maya tidak secara utuh merepresentasikan dunia nyata, namun dengan melihat pola hubungan kita dengan yang lainnya di dunia maya dapat menjadi tolak ukur hubungan kita dengan seseorang. Seperti saya misalnya, ada 3 jenis kategori akun media sosial yang saya ikut: 1). Pribadi; 2). Bisnis, yang mencakup produk maupun jasa, maupun tokoh publik; 3). Non profit, seperti pemetintahan, pendidikan, maupun jenis organisasi lainnya.

Untuk Akun personal, saya pastikan kami saling kenal, atau setidaknya pernah berada di lingkungan yang sama, baik pernah berada di satu sekolah, komunitas, maupun lingkungan dari minat dan tujuan yang sama. Sementara akun bisnis, tentu saja karena saya pengguna dari produk tersebut, atau karena saya menyukai pemilik maupun subyek atau konten dari akun tersebut, tak peduli apakah kami saling kenal. Akun selebriti misalnya, pemusik, produsen audio, dan lain sebagainya. Sedangakn untuk jenis akun ketiga tidak jauh beda dengan akun jenis kedua. Saya tidak perlu saling kenal atau terhubung dengan mereka sebelumnya, karena apapun jenis organisasinya, tidak ada ikatan personal di dalamnya.

Baik akun pribadi, bisnis, maupun non profit, saya juga pernah unfollow beberapa akun tersebut. Alasan utama saya berhenti mengikuti karena postingan dan cerita mereka tidak berfaedah bagi saya, atau bahkan kami tidak saling kenal secara personal dan tidak saling memberikan manfaat secara langsung. Namun ada juga beberapa akun –kebanyakan akun pribadi--yang tetap saya follow, hanya saja saya batasi atau senyapkan postingan maupun cerita mereka, sehingga saya tidak lagi melihat mereka di halaman utama akun media sosial saya. Hampir sama dengan alasan utama, selain tidak berfaedah alasan saya membatasi postingan akun-akun seperti ini biasanya karena mereka sangat sering memposting ulang dari akun TikTok, spamming, curhat terlalu panjang yang kalau disatukan sudah cukup dimasukkan ke IG TV, atau isinya keluhan maupun over narsir. Tapi tentu saja, saya tidak pernah bilang ke orangnya langsung kalau saya mengunfollow atau membatasi postingan mereka. Bagaimanapun ini hak saya sebagai pengguna media sosial.

Lalu bagaimana dengan akun personal yang tidak mem-follow balik saya? Tidak masalah sama sekali, toh di dalam kubur nggak bakal ditanya berapa jumlah followernya. Tidak di-follow balik bukanlah suatu kehinaan. Tidak ada ruginya tidak di-unfollow oleh siapapun dan orang yang seperti itu tidak mesti di-unfollow. Ketika kita memutuskan untuk mem-follow seseorang di media sosial, dengan sadar kita merasa ada manfaat yang bisa diambil. Kalaupun orang itu tidak mem-follow kita sehingga tidak mendapatkan manfaat dari setiap postingan kita, sedikitpun kita tidak rugi. Bukankah semakin banyak orang yang kita follow, semakin banyak juga wawasan kita terhadap sesuatu, bahkan kita bisa mempelajari berbagai jenis karakter manusia?

Saya sendiri –mungkin dulu pernah—tidak meminta di-follback oleh seseorang ketika saya sudah mem-follow-nya. Anggap saja “sedekah jempol”, terutama bagi akun-akun yang memang sedang berkembang dan butuh banyak pengikut. Karena bagi saya media sosial hanyalah dunia semu, dimana banyak hal yang tidak kita sadari itu palsu. Media sosial cuma arena virtual tempat kita menyembunyikan jati diri kita sebenarnya di dunia nyata. Media sosial hanyalah panggung untuk kita menutupi segala kekurangan dan menjadi tokoh protagonis yang disukai banyak orang. Media sosial bukan segalanya, ia hanya secuil dari remahan kenyataan yang kerap kita lupakan; dunia nyata! Dunia dimana berdarah itu sakit rasanya, tempat dimana lapar itu benar adanya, tempat dimana kecewa dan patah hati bukan cuma kisah romansa, tempat dimana kita berwujud dan bersujud.

Media sosial? Bersosialisasi atau sosialita?

 


Komentar

  1. Emperor Casino | Shootercasino
    Emperor Casino is the only place to enjoy authentic casino entertainment! Enjoy over 200 exciting free slots games including Blackjack, Roulette & more at  Rating: 3.8 제왕 카지노 · ‎35 votes

    BalasHapus

Posting Komentar