SUSAHNYA BIKIN KOMIK

Komik? Hm, “bacaan anak-anak?”, “bacaan ringan nggak bermutu/tanpa isi?”, ”bacaan nggak penting?”, ”bacaan untuk para pemalas?” Mungkin itulah yang terpikir pada sebagian orang dewasa ketika mendengar kata komik. Sadarkah mereka kalau mereka telah dibutakan stigma? Ya, berbagai stigma negatif tentang komik.



Komik memang disukai anak-anak karena bergambar (tapi ngaku aja, deh, orang dewasa juga seneng kan sama buku yang ada gambarnya). Komik memang bacaan ringan karena pembacanya tak perlu berpikir dua kali untuk membayangkan sosok tokoh dan setting/latarnya. Komik memang bacaan nggak penting soalnya baca komik nggak bikin kaya (sama seperti nonton sinetron, nggak bakal bikin kaya). Dan benar sekali komik bacaan untuk para pemalas sebab komik paling enak dibaca sambil bermalas-malasan. Berbagai kemudahan telah komik sediakan demi pembacanya, dan saking ”mudahnya” sampai-sampai komik sering dianggap ”sebelah mata”, baik oleh orang dewasa, orang yang merasa dewasa atau orang yang sok dewasa. Karena orang Indonesia adalah orang-orang ”pintar”, yang senang dengan sesuatu yang rumit dan menyulitkan, supaya terkesan penting dan pintar. Padahal kalau memang berpikiran begitu, memahami komik justru lebih rumit dan sulit lagi. Nggak percaya? Yuk kita bahas satu-satuJ



RUMUS MEMBUAT KOMIK

Berdasarkan pengamatan saya, komik itu adalah kombinasi antara :

· Ilustrasi/Gambar

· Novel (tulisan/cerita)

· Sinematografi

· Desain grafis dan tipografi (lettering)

· Sastra (kalau ada yang mau mengakuinya)



Kalau ada yang bilang bikin komik yang penting gambarnya saya kurang setuju, karena faktor cerita harus diperhatikan juga. Tapi kalau ceitanya bagus ,cuma gambarnya yang kurang bagus, bacanya juga males. Oke, lah, kita punya ceita dan gambar yang bagus, tapi kalau dalam penentuan angle (sudut pandang), dan transisinya (perpindahan panel ke panel) datar-datar saja, pembaca akan merasa bosan. Sama seperti film, komposisi gambar dalam komik juga membutuhkan dinamika (sekalipun gambar di komik nggak akan bergerak), dan komik bisa diibaratkan layaknya sebuah storyboard. Bedanya, storyboard sifatnya sebagai guidanece dan bukanlah media konsumsi publik (barang jadi), sedangkan komik barang siap konsumsi.



Masuk ke tahap selanjutnya. Anggap saja cerita, gambar, dan komposisi gambar sudah bagus dan menarik, tapi kita harus masukin teks dan mengatur posisi teks supaya bisa dibaca dan tidak mengganggu gambar? Untuk urusan ini orang-orang desain grafis mungkin lebih paham karena berkaitan erat dengan layout dan nilai estetis dalam Desain Komunikasi Visual. Penempatan balon kata, ukuran font, jumlah tulisan, dan penggunaan efek-efek teks harus diperhatikan. Adakalanya tulisan sangat sedikit, tapi ada saatnya juga tulisan mendominasi sebuah halaman dan atau sebuah panel. Selain peletakan balon kata dan jumlah tulisan berserta ukurannya, jenis huruf juga harus diperhatikan. Jenis huruf yang kita pakai harus mendukung suasana yang ingin kita bangun dalam komik yang kita buat dan memiliki kesesuain dengan karakter/citra komik yang hendak kita bangun. Yang jelas, teks itu harus enak dibaca. Hindari penggunaan huruf miring atau sambung supaya orang yang baca nggak capek.



Oke! Kita punya cerita yang bagus, gambar dengan komposisi yang bagus pula, penempatan balon kata berserta pemilihan huruf yang bagus, jadilah komik kita. Mudah, kan, bikin komik? Tapi tunggu dulu, kita perlu ngecek lagi, ngecek sesuatu yang sifatnya nggak kelihatan tapi bisa menjadi sangat vital dalam struktur komik yang kita buat, yaitu kedalaman cerita. Maksudnya, selain menarik, cerita juga harus punya makna, kalau bisa memberi kesan di hati pembaca. Dan untuk yang satu ini mau tidak mau harus kita asah terus menerus sebab hal tersebut penting. Karena bagaimanapun, sekalipun komik didominasi oleh gambar, sebuah komik dengan gambar bagus sekalipun bisa menajdi tidak menarik kalau ceritanya tidak memiliki kedalaman. Saya sendiri masih belum bisa menilai sejauh mana kedalaman cerita yang saya buat, tapi saya mencobau ntuk menciptakan hadirnya kedalaman dalam setiap cerita yang saya buat, dan kemampuan membuat kedalaman cerita tidak bisa didapat hanya dengan mengikuti pelajaran membuat cerita saja. Dibutuhakan pengalaman, kreativitas, dan terus-menerus mengasah kamampuan bercerita.



Nah, ternyata nggak gampang ya bikin komik itu? Ya, udah, kita belajar ngomik sama-sama supaya bikin komik makin gampang.







Salam Komik Indonesia

(27022010)

Komentar

Postingan Populer