Meng-Galaw di Akhir Tahun
Ternyata
“galau” nggak
cuma monopoli para ababil
(abege
labil) di seantero nusantara atau band yang ingin terlihat keren,
tapi juga milik para seniman “Galaw” yang Selasa malam (27/12)
berpameran di ruangrupa. Pameran berjudul “Apocalypse 2012 Mixtape” adalah pameran ketiganya Galaw.
Senada dengan tema “apokaliptik”,
sebagian besar karya berbicara tentang Hari Akhir (Kiamat). Namun,
meski istilah “Hari Akhir” terdengar suram, tidak semua karyanya
menampilkan kesuraman. Beberapa karya bahkan nampak 'optimis', ceria
bahkan beberapa tampil bak kartun editorial khas surat kabar dengan
gaya humor-satir, sehingga pameran ini menayangkan karya-karya yang
multitafsir . Disamping itu, beragamnya medium yang digunakan, teknik
serta penataan karya yang tidak “itu-itu saja” –dibingkai
dengan rapi–, menjadikan pameran Galaw ini menjadi menarik. Ya,
selain dibingkai, beberapa karya ada yang ditempel secara penuh
ditembok, dijepit pada benang dengan penjepit kertas bahkan ada yang
hanya ditempel dengan selotip hitam pada satu sisinya dan
ditempel begitu saja di tembok, hingga ada yang memajang beberapa
properti seperti cat air, kuas, lampu belajar dan beberapa
perlengkapan gambar lainnya.
Keberagaman dan kesederhanaan cara penyajian pada pameran ini, mengingatkan kita bahwa “seni itu tidak harus mahal, indah, atau tampil dengan mewah.” Seni bisa tampil apa adanya, dengan gaya, pencapaian teknik menggambar, maupun persepsi masing-masing senimannya terhadap isu yang diangkat. Sepanjang karya seni itu jujur dan dibuat dengan hati, saya rasa teknik dan tampilan bukanlah masalah.
Alat dan teknik bukan segalanya
dalam seni (atau berkarya). Memang, beberapa karya dibuat di atas
kertas gambar bertekstur nan tebal, dengan teknik yang cukup mumpuni,
baik dengan teknik pewarnaan dengan cat air, ilustrasi yang detil
hingga toning dengan tinta –yang bagi saya cukup menantang.
Tapi ada juga beberapa ilustrasi yang hanya dibuat dengan drawing
pen, sketsa dengan bolpoin di atas selembar kertas dari buku
tulis bergaris (iya! Itu lho, buku tulis yang kertasnya tipis!),
bahkan hanya menuliskan sebaris kata “bismillahirrahmanirrahim”
dalam bahasa Arab dengan spidol di atas kertas.
Seperti yang sudah saya sebut di
atas, meski memiliki satu benang merah “Kiamat”, terjemahan
masing-masing seniman atas tema menyajikan tafsiran yang sangat
beragam. Kalau sebagian ada yang menafsirkan Kiamat sebagai
kehancuran bumi secara literal, sebagian ada yang mengungkapkan hal
apa saja yang akan mereka lakukan sebelum hari di bumi berakhir:
meminta maaf, menyatakan cinta, berkumpul bersama keluarga, atau
melakukan hal-hal bodoh dan menyindir kalangan Muhamadiyah dan NU
yang berselisih siapa duluan yang akan mengalami Kiamat :D (seperti
'tradisi' tahunan mereka mengenai perbedaan jatuhnya Hari Raya Idul
Adha). Tapi ada juga yang karyanya, entah memang tidak TEKSTUAL dalam
merespon isu Kiamat, atau memang tidak membicarakan soal Kiamat.
Kalender 2012 Popo yang isinya banyakan tanggal merah |
Nah, dari pameran yang menurut saya
sederhana ini, ada beberapa hal yang, setidaknya meyakinkan saya
untuk tidak dan ragu berkarya: bahwa tidak perlu 'punya nama' untuk
bisa berpameran, tidak perlu punya alat bagus untuk membuat karya,
dan tidak perlu jago menggambar untuk bisa berkarya. Dan yang
terpenting, siapapun bisa berkesenian karena seni adalah milik
rakyat. So, galaw-ers (hadeuh, asal bikin sebutan aja nih),
teruslah berkarya!
***
Yang mau ikutan Gambar Selaw bisa
nyatronin markasnya ruang rupa tiap Kamis malam di Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 6,
Jakarta, atau mampir ke blognya Galaw: www.gambarselaw.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar