Di Facebook gue bertemu dengan beberapa teman SMA yang bisa dibilang sudah 'putus hubungan' sejak gue ke Jakarta dan kembali ke rumah di Depok. Beberapa teman ada (banyak) yang sudah menikah, bahkan telah memiliki anak. Dan, ketika gue baru bertemu dengan mereka, kadang mereka bertanya, "lo 'udah kawin?"

Hm, mendaratnya pertanyaan semacam itu bagai sebuah bom atom. Kadang gue ngerasa "kerdil". Kok temen-temen gue 'udah pada kawin dan punya anak, sedangkan gue? Jangankan nikah, pacar aja nggak ada (hehehe...). Tapi setelah dipikir-pikir, memang selayaknya gue belum menikah. Bukan tanpa alasan gue merasa begitu.Alasan paling mendasar menurut gue adalah satu, "kehidupan ekonomi yang mapan."

Perempuan, dimanapun, tentu tidak mau menikah dengan laki-laki yang belum mapan secara ekonomi, apalagi pekerjannya tidak tetap. Gue contohnya. Membiayai diri aja bisa dibilang dalam tahap survive, bagaimana bisa membiayai orang lain? Bukan itu aja, pekerjaan gue pun bukan pekerjaan berpenghasilan besar, berada di zona aman dan nyaman, serta menguras cukup banyak waktu.Udah kere, gak punya banyak waktu? Ya semakin jauhlah, dari perempuan yang mau mengikat dirinya dalam sebuah status hitam di atas putih.

Secara ekonomi, mungkin gue tidak "seaman" dan "senyaman" teman-teman gue. Secara rutinitas mungkin gue nggak serutin teman-teman gue yang jadwal kerjanya teratur. Dan, yang paling krusial, secara nominal mungkin penghasilan gue nggak sebanyak teman-teman gue. Semuanya, yang berkaitan dengan materil mungkin belum terlalu banyak gue miliki. Tapi secara imateril? Gue yakin kekayaan "imateril" gue cukup banyak.

Alasan gue belum punya penghasilan tetap dan zona aman&nyaman dalam pekerjaan?

1. Jenis dan ragam pekerjaan yang pernah gue rasakan sangat beragam, mulai dari office boy, desainer grafis, layouter hingga jurnalis dan ilustrator. Gak ada gaji tetap bagi orang yang pekerjannya lompat-lompat kesana-kemari, dan wawasan orang seperti itu juga gak akan pernah tetap karena selalu menemukan dan mempelajari hal baru di tiap bidang pekerjaan (bahkan ketika harus mulai dari nol!)

2. Jenis dan ragam pekerjaan gue kadang mengharuskan gue untuk mobile dan berinteraksi dengan banyak orang, walau banyak sebagian waktu yang gue korbankan. Dan, banyak juga relasi yang gue dapatkan yang artinya; banyak tukar pengalaman dan pikiran, bisa sharing proyek dan pekerjaan hingga berkarya bareng, yang ujung-ujungnya berkenalan dengan teman-temannya lagi dan pergaulan makin luas (memperluas silaturahmi). Dan gak bisa disangkal, silaturahmi adalah sumber rejeki.

3. Jenis dan ragam pekerjaan gue kadang berhubungan dengan komunitas yang kadang berhubungan bidang satu dengan bidang lainnya. Dan dari bidang yang lain itu gue mesti belajar untuk paham dan kenal lebih dekat. Belum lagi, tiap komunitas sering bikin kegiatan yang lagi-lagi mesti memaai waktu.

Nah, dari ketiga alsan tersebut dapat ditarik benang merah kalau "uang" dan "waktu" menjadi faktor pendukung gue nggak sempet nyari pacar, apalagi untuk dijadiin istri. Tapi gue tidak menyesali itu semua. Dengan berbagai hambatan itu, gue justru bersyukur bahwa orang yang nantinya bisa bertahan dengan gue adalah orang yang sama kuatnya dengan gue.

Jadi gue rasa, bukannya mengeluh gue harusnya berterima kasih sama Tuhan dikasih kesempatan memperkaya diri selagi muda. Berterima kasih karena gue masih punya banyak waktu untuk mempelajari banyak hal dan belum diberi tanggungan. Gue percaya, jodoh itu akan datang pada saat yang tepat dan dia adalah orang yang tepat. Kalau masih sendiri dan belum ketemu jodohnya, itu bukan "kekurangan" melainkan "kelebihan", karena orang berkwalitas tidak ditemukan dalam waktu singkat. Begitu pun pasangan yang berkwalitas, gak gampang dapetinnya.

Ah, udah ah, curhat gak jelas gini ^^

4:25

Komentar

Postingan Populer