SEMUT-SEMUT KECIL
Siang yang terik, membuat siapa saja malas untuk keluar rumah,
termasuk Jena, gadis cilik yang masih duduk di kelas TK A dan tengah menikmati
susu coklat dingin sambil duduk berselonjor di lantai kamarnya.
“Alhamdulillah, segarnya…” imbuh Jena mensyukuri minumannya dan
saking nikmatnya Jena tidak sadar kalau minumannya sudah diseruput habis.
“Yah, kok habis?” Jena melongok ke dalam gelas yang tidak
menyisakan apapun selain susu yang menempel pada dinding gelas.
Di tengah kekalutannya, tiba-tiba Bunda memanggil dari arah
belakang rumah.
“Jenaaa… Kemari sayang, sebentar! Bantuin Bunda.”
“Oke, Nda! I’m coming.”
Jena segera menyambut panggilan Bunda dan meletakkan gelas di
lantai. Tanpa sadar ia menyenggol gelas, dan, ups! Gelas itu jatuh tergeletak.
Perlahan susu coklat yang masih menempel di dinding menetes ke lantai.
Tanpa diduga ada sosok kecil-mungil mengintai dari kolong kasur.
Sosok berkaki enam dengan sepasang antena di kepalanya. Sosok berwarna hitam
yang ukurannya bahkan tak lebih besar daripada sebutir beras. Ya, dialah
Komandan Semut! Merasakan “ada yang manis-manis” di lantai, ia segera memeriksa
dan memberitahukan pasukannya untuk mengumpulkannya sebagai makanan dan dibawa
ke Istana Semut.
Tak lama tumpahan susu coklat menjadi pusat kegiatan Pasukan Semut.
Berjaan beriringan dalam satu barisan, melingkari genangan susu coklat dengan
arah putar balik kembali ke kolong kasur.
Luar biasa Pasukan Semut! Karena tertibnya, tak ada satupun dari
mereka saling serobot hingga tabrakan. Bahkan bila ada yang berpapasan, mereka
saling berjabat tangan dan sama-sama menyemangati.
Komandan Semut memberikan instruksi, “Siapapun boleh makan dari
genangan susu coklat sesuai kebutuhan, lalu mengangkut gula yang terdapat di
dalam genangan tersebut untuk dibawa ke istana.”
Komandan Semut mengawasi para pasukannya dan berkeliling hingga
jauh ke barisan paling belakang.
Sementara Jena yang sedang membantu Bunda membawa pakaian kering ke
ruang sterika, bercerita dengan ceriwis.
“Nda, tahu nggak? Susunya, ‘udah aku abisin! Tak
bersisa!”
“Wow! Good job, dong!” puji Bunda dengan bangganya.
“Iya, dong. Chocolate milk, is my favourite drink! I like itu so
much!”
“Terus? Gelasnya mana?”
“Oh, my God! Aku lupa! Masih di kamar!"
"Ya ‘udah ambil, bawa ke dapur, sekalian Bunda mau cuci
piring.”
Jena bergegas kembali ke kamarnya. Alangkah kaget ia melihat
segerombol semut di kamarnya.
“Bb… Bun…!” pekik Jena.
“Ya, Jen? Kenapa?” jawab Bunda dari dapur.
Dengan rasa ingin tahu yang besar Jena
menelungkupkan badannya memperhatikan Pasukan Semut secara seksama. Ia sungguh
terkejut mendapati beberapa ekor semut mengapung di atas genangan susu coklat. “Ya Allah, kasihan banget semutnya…”
Jena semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan semut-semut
tersebut. Ia membatin dan mereka-reka, apa kira-kira yang dibicarakan para
semut? Dan memang, sedang terjadi perseteruan di dalam Pasukan Semut.
“Ada yang bisa menjelaskan, mengapa tiga ekor pasukan kita tumbang
di dalam genangan?” tanya Komandan Semut kepada seluruh pasukan.
Semua diam, dan hanya semut paling jangkung –yang ditunjuk menjadi
asisten Komandan Semut—angkat bicara.
“Lapor, Komandan. Mereka bertiga makan berlebihan, bahkan sampai
berenang ke dalam genangan supaya dapat menikmati susu coklat lebih banyak.
Padahal kami sudah memperingatkan, bahwa Komandan hanya mengizinkan untuk makan
secukupnya.”
Mendengar itu, Komandan angkat suara dengan lantang.
“Kalian sudah lihat kan? Larangan makan terlalu banyak saat bekerja
yang kuterapkan, bukanlah untuk menyiksa. Namun demi keselamatan kalian.
“Sekarang buktinya ada di depan mata kita. Mereka yang melanggar
peraturan dan lebih mengutamakan hawa nafsunya tak bisa menyelamatkan diri
mereka sendiri.”
Jena tak sedikitpun melepaskan pandangannya ke arah semut-semut,
hingga akhirnya kedatangan Bunda memecah konsentrasi.
“Jena. Kamu ngapain? Itu kok bekas minumnnya berceceran di
lantai?"
"Eh, Bun, ini lihat! Aku lagi dengerin semut ngomong. Coba
sini, deh" ajak Jena polos tanpa menghiraukan gelas dan tetesan susu
coklat.
"Tapi Jen, sejak kapan ada semut? Selama ini kan Bunda rajin
bersihin kamar kamu."
“I don’t know, Nda. Mungkin semutnya lapar. Jadi pas mereka
lihat ada yang manis-manis, mereka datang.”
Bunda pun menelusuri alur kedataangan
Pasukan Semut yang bermula dari kolong kasur. Bunda
melongo menemukan sebongkah donat kering, remahan wafer, beberapa butir pilus
dan kulit ayam goreng.
Jena penasaran melihat Bunda yang bersungut-sungut.
“Ya ampun, Bun! Kok banyak makanan di situ
sih?” Jena ikut terkejut dengan penemuan Bunda.
Jena dan Bunda saling tatap. "Jen. Ini bekas makan siapa?"
“Wow! Kok berantakan gitu sih, Nda?”
“Ih, kok malah amazing, sih. Ini lho, Jen, ada makanan kotor
di kolong kasur kamu. Siapa pelakunya?”
Tanpa berlama-lama Bunda meminta Jena mengambil sapu dan kain pel
di dapur, setelah itu mereka sama-sama membersihkan kamar Jena. Bunda
membersihkan kotoran di kolong kasur, Jena membersihkan tumpahan susu coklat.
Dengan sangat hati-hati Jena mengeringkan tumpahan susu coklat dengan kain agar
tidak ada seekor semut pun terluka. Komandan Semut memerintahkan para
pasukannya untuk meninggalkan genangan susu coklat dan segera pulang ke Istana.
Kamar kembali bersih, Pasukan Semut pun sudah berada di Istana
Semut dengan membawa makanan cukup banyak dan dalam keadaan kenyang.
Akhirnya Jena ingat kapan terakhir kali ia makan dan menjatuhkan
makanan ke kolong kasur.
“Iya Nda, aku inget. Waktu itu aku diam-diam nonton Youtube sambil
makan. Maafin Jena ya. Jena janji nggak akan makan di atas kasur lagi” sesal
Jena.
“Oke. Janji ya Jen. Pokoknya kalau ada sesuatu yang jatuh ke kolong
kasur, Jena langsung bilang Bunda ya, biar bisa Bunda ambilin.”
“Siap, Bun!”
Begitulah. Jena dan Bunda melanjutkan siang yang masih terik ini
dengan menghabiskan waktu di kamar bersama. Dan atas kejujurannya, Bunda
membuatkan kembali susu coklat dingin serta menikmatinya bersama Jena.
“Makasih, Nda. I love you!”
“Love you, too! Bilang apa, Jen?”
“Alhamdulillah. Yeay…!”
28 Agustus 2020
Komentar
Posting Komentar