WE’RE ALL DOING A BODY SHAMING

Sebuah kejadian biasa-biasa saja pada waktu yang biasa dan tempat biasa terjadi kemarin sore; keriuhan penumpang commuter line saat kereta datang. Di tengah kerumunan ada kejadian biasa-biasa saja yang cukup mencuri perhatian, yaitu ketika seorang perempuan dengan atasan blus putih dan rok biru sambil membawa ransel hitam, berlari tergopoh-gopoh ke arah gerbong lebih depan.

Kalau sekadar berlari-lari saat kereta datang itu lumrah, namun cukup mencuri perhatian karena perempuan yang berlari mengejar kereta tersebut bertubuh besar sehingga memunculkan ocehan orang-orang sekitar bernada mengejek seakan-akan kalau orang bertubuh besar berlari di tengah keramaian bisa menyebabkan gempa, atau setidaknya membuat lokasi sekitar bergetar. Berlebihan sebenarnya, karena siapapun yang berlari di area stasiun (bahkan Thanos sekalipun) tanah tidak akan bergetar apalagi menyebabkan gempa. Orang-orang sekitar mencibir hanya karena perempuan tersebut berbadan besar!

Perkara mengejek tubuh seseorang atau yang populer dikenal body shaming memang menjadi masalah tersendiri, karena hal ini bukan hanya menyangkut harga harga diri seseorang atas bentuk tubuhnya, namun masalah tidak berhaknya orang lain untuk menghakimi bentuk tubuh seseorang –juga menghakimi hal lainnya pada diri seseorang.

Orang yang menjadi korban ejekan tubuh biasanya orang yang terlihat beda di antara sekitarnya, dengan kata lain minoritas bentuk tubuh. Kejadian di atas mungkin akan lain ceritanya bila lebih dari setengah populasi di stasiun kereta merupakan orang-orang bertubuh besar juga, sehingga keberadaan perempuan yang berlari tergopoh-gopoh tersebut tidak menarik perhatian mereka karena sama-sama bagian dari mayoritas. Atau kalau keadaan dibalik, bila perempuan tersebut bertubuh sangat kurus dan berlari di antara kerumunan orang-orang berbadan besar, tidak menutup kemungkinan ia akan menjadi korban ejekan tubuh karena berbadan kurus. Dalam hal ini perempuan kurus tersebut adalah minoritas.

Mengapa orang-orang melakukan ejekan tubuh? Pada dasarnya manusia memiliki sifat sombong yang membuatnya merasa lebih baik daripada orang lain dan sifat ini diperkuat dengan rekonstruksi sosial mengenai “tubuh yang bagus” dan “tubuh yang tidak bagus”. Maka saat seseorang melihat orang lain dengan persepsi “tubuh tidak bagus” maka muncul sifat sombong karena ada orang yang dianggap tidak lebih baik darinya. Padahal tidak ada orang yang lebih baik atau tidak lebih baik berdasarkan bentuk tubuh. Lalu apa pentingnya mengejek tubuh orang lain? 

Tidak ada! Hanya saja, memang ada kepuasan tersendiri bagi seseorang setelah mengejek tubuh orang lain. Kepuasan karena merasa dirinya lebih baik dengan memandang bahwa orang yang tubuhnya diejek tidak lebih baik daripada dia. Apa sih, manfaat dari bilang, “ih, kok kurus banget, sih?”, atau, “ya ampun, badannya gede banget”. Karena dengan berkata seperti itu tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan selain ego dari orang yang mengucapkannya. Kita senang merendahkan orang lain karena bagi sebagian orang, merendahkan orang lain merupakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan supaya merasa tinggi. Dan merendahkan orang lain menjadi gambaran betapa sebenarnya kita telah merendahkan diri sendiri dengan cara merendahkan orang lain, sebab secara praktis kita tidak perlu merendahkan orang lain bila posisi kita memang sudah tinggi.

Kebiasaan mengejek tubuh pada akhirnya menjadi gambaran betapa kita sebagai manusia sebenarnya memiliki rasa inscure terhadap diri sendiri yang diungkapkan dengan menghina orang lain, karena kita merasa, dengan menghina orang lain kita sudah menutupi kehinaan diri kita sendiri. Kebiasaan mengejek tubuh juga menggambarkan betapa rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, sebab menghargai orang lain dimulai dari menghargai diri sendiri. Bila ditilik lebih jauh, kebiasaan mengejek tubuh merupakan bentuk kedurhakaan kepada Tuhan, sebab Tuhan menciptakan manusia dalam gambaran paling sempurna. Setiap manusia yang sudah terlahir sejatinya adalah juara karena harus bersaing dengan miliaran “saudaranya” sebelum berhasil dikandung di dalam rahim sang ibu. Disebut mendurhakai Tuhan karena Tuhan sendiri tidak pernah menghinakan ciptaan-Nya, sebab manusia adalah makhluk yang paling Tuhan muliakan.

Meski dalam pandangan kasat mata, tidak ada satu pun manusia yang terlahir lalu tumbuh menjadi sempurna. Selalu ada perbedaan, kekurangan maupun kelebihan yang melekat dalam diri tiap individu. Bila seseorang memiliki kelebihan pada beberapa hal, tentu ia memiliki kekurangan dalam hal lainnya, pun sebaliknya. Maka tak patut bagi kita mengejek manusia lain dalam urusan bentuk tubuh.

Masih mau mengejek tubuh? Apa  kita memang layak melakukannya.

 

Komentar

Postingan Populer